Ema atau Emak saya dulu memasak adalah sebuah kegiatan yg benar-benar menyita waktu.
Bayangkan. Memasak nasi bisa butuh waktu sampai 2 - 3 jam lamanya.
Saya coba mengingat dan menyusun kronologi cara Ema saya memasak :D
Pertama.
Napian. Beras yg hasil gilingan padi itu kadang banyak kulit padinya (hu'ut), masih ada gabah yg tidak terkupas, atau beras yg terlalu kecil (namanya beunyeur) itu dipilih dan dipilah dengan alat yg namanya nyiru.
Nyiru |
Makanya ritual Napian beas adalah acara yg dinanti-nanti ayam.
Kedua.
Setelah beras selesai di Tapian, seterusnya beras dicuci menggunakan boboko dari bambu.
Ritual nyuci beras untuk dimasak itu namanya Ngisikan.
Beras di boboko diguyur air, diaduk-aduk sama tangan kanan, yg kiri memegang boboko.
Airnya jatuh melalui lubang-lubang boboko. Kulit gabah yg tadi terlewat diseleksi pertaman waktu di tapian, sekarang diseleksi lagi.
Setelah dirasa beras sudah cukup bersih, baru proses ngisikan berakhir.
Ketiga.
Ngagigihan. Beras yg sudah bersih hasil dari ngisikan itu disimpan di Aseupan. Alat dari anyaman bambu juga, berbentuk kerucut atau piramida terbalik.
Aseupan |
Terus dimasak menggunakan Se'eng. Se'eng itu bentuknya memanjang seperti tabung, tapi atasnya melebar.
Memasaknya juga bukan pakai kompor minyak tanah atau kompor gas seperti sekarang. Tapi pakai Hawu. Perapian yg sudah disiapkan khusus buat masak. Apinya berasal dari kayu bakar.
Back to Ngagigihan. Ema saya atau sebagian besar orang tua dulu di tatar Karawang atau sebagian besar tatar Sunda, memasak nasi itu tidak sekaligus langsung matang. Perlu 2 kali proses yg harus dilewati. Ya ngagigihan itu.
Ngagigihan atau membuat beras jadi gigih. Gigih itu beras setengah matang.
Setelah beras jadi gigih. Beras atau gigih itu diangkat terus didimpan di Dulang. Dulang adalah alat dari kayu besar yg diberi lubang diatasnya.
Selama di Dulang, beras setengah matang atau Gigih itu diakeul atau dibolak-balik supaya merata masaknya mungkin nantinya.
Setelah diakeul, gigih itu kembali dimasukan ke aseupan yg tadi, terus dimasak lagi sampai beras benar-benar jadi nasi.
Setelah beras matang atau sudah jadi nasi. Nasi diangkat dari se'eng terus ditumpahkan ke dulang, lalu diakeul lagi.
Diakeul yg terakhir adalah membolak-balikan nasi dengan memakai Centong dan dikipas-kipas memakai Hi'id. Gunanya dikipas-kipas adalah untuk membuang uap air yg dihasilkan dalam proses memasak tadi.
Setelah diakeul, nasi kemudian disimpan dalam boboko. Selanjutnya Ema memasak lauk untuk teman makan.
Memasaknya juga bukan pakai kompor minyak tanah atau kompor gas seperti sekarang. Tapi pakai Hawu. Perapian yg sudah disiapkan khusus buat masak. Apinya berasal dari kayu bakar.
Hawu |
Ngagigihan atau membuat beras jadi gigih. Gigih itu beras setengah matang.
Setelah beras jadi gigih. Beras atau gigih itu diangkat terus didimpan di Dulang. Dulang adalah alat dari kayu besar yg diberi lubang diatasnya.
Dulang |
Selama di Dulang, beras setengah matang atau Gigih itu diakeul atau dibolak-balik supaya merata masaknya mungkin nantinya.
Setelah diakeul, gigih itu kembali dimasukan ke aseupan yg tadi, terus dimasak lagi sampai beras benar-benar jadi nasi.
Setelah beras matang atau sudah jadi nasi. Nasi diangkat dari se'eng terus ditumpahkan ke dulang, lalu diakeul lagi.
Ngakeul. Gambar diambil dari google image |
Diakeul yg terakhir adalah membolak-balikan nasi dengan memakai Centong dan dikipas-kipas memakai Hi'id. Gunanya dikipas-kipas adalah untuk membuang uap air yg dihasilkan dalam proses memasak tadi.
Setelah diakeul, nasi kemudian disimpan dalam boboko. Selanjutnya Ema memasak lauk untuk teman makan.
jadi inget jaman baheula. diasuh ku nu jadi nini jeung aki. :'( duh gusti caangkeun alam kuburna, jadikeun kuburna taman syurga pikeun maranehan na, Aamiin.
ReplyDelete